Menyalakan Sumbu Semangat Belajar Lagi

     

Satu waktu teman saya yang sulit dikatakan tidak produktif tiba-tiba mengirimi saya pesan berupa “Di, kasih aku motivasi belajar, dong." Kebetulan saya membaca pesan itu saat sedang menyetir. Lumayan punya waktu bagi saya untuk memikirkan apa yang harus saya balas. 


Dua puluh menit lebih hingga pesan saya balas, saya tidak menemukan apa pun untuk membantu teman saya yang satu itu, tidak cukup amunisi untuk memotivasi. Itu belum lagi kondisi saya tidak produktif pula. Serba gamang saya ini. 


Alih-alih menyemangatkannya, saya menyodorkan kepadanya link blog saya tentang semangat belajar juga. Tentu dong, dengan sok-sokan, sedikit demi sedikit saya mengajaknya ngomong soal kitab apa yang dibaca. Bagaimana pun, kami berdua masih dalam kondisi tidak prima.


Kita semua mengalami fase menurunnya semangat belajar. Diakui atau tidak, tidak cerdik melihat dan merasakan fase ini bukan tidak mungkin akan membuat kita jumud dalam fase itu, yang pada gilirannya akan sulit untuk bangkit kembali.


Di sana ada beberapa tips untuk mengembalikan semangat belajar. Beda orang beda pula cara yang berlaku. Namun, saya cukup yakin dan berani ingin menyimpulkan bahwa paling tidak, bagi seorang pelajar kitab, mendengarkan kisah heroik belajar para pendahulu dan mengkritisi(kalau mau dan mampu) nasib proses belajar-mengajar sekarang, dapat membangkitkan lagi semangat belajar yang mati suri.


Gampangnya, membaca kisah para pendahulu yang sensasional dalam menuntut ilmu dengan segera dapat memotivasi diri kita. Adatnya di saat saya dalam fase buruk itu saya akan membaca kitab ‘Ussyaqul Kutub (para perindu kitab) karya Abdurrahman Yusuf Farhan. 


Kitab itu memuat berbagai macam kisah para ulama dahulu dalam belajar. Salah satu cerita yang masih teriang di kepala saya adalah sekali waktu ayah ibnu Taimiyah ingin pergi ke toilet. Beliau berkata kepada anaknya “bacalah kitab dan besarkan suara bacaanmu!”. Nah lho, beliau ingin menyimak kitab(belajar) bahkan dalam toilet sekalipun. Ajiib ini.


Bagaimanapun, ada episode dalam jalan kehidupan belajar yang sangat runyoeh lagi meulungkoep. Alias jangankan untuk membaca hal yang dapat membangkitkan semangat, mendengar hal itu saja membosankan. Nah, bagi saya setidaknya, dalam episode itu kita hanya perlu menikmatinya. Nikmatilah tahap sulit itu sepantas dan sesingkat mungkin. 


Namun, kalau-kalau terlalu nyaman dengan menikmati fase itu bisa-bisa kita tak mampu bangun lagi. Dan ini tragedi yang paling banyak diderita kaum sarungan masa kini.



Oleh: Zuhdi Anwar

Diskusi