Beberapa Cara agar Malas-malasan Engga Betah Sama Kita Selama Mondok
NGAJIKUY.ID | Saya merasa jadi santri memang istimewa. Mulai dari mondok yang meminimalisir kontaminasi hal duniawi, dekat dengan ulama, hingga bisa baca kitab Arab tanpa baris, adalah beberapa hal yang bisa kami unggulkan dari pelajar lain di sekolah manapun.
Dari tiga distingsi
di atas, keuletan ketiga menjadi pencapaian sulit bagi santri karena melalui
proses cukup berat. Hingga tidak heran ada--walaupun tidak banyak--lulusan
pondok yang gagap turats padahal sudah puluhan tahun di pondok.
Lha kok bisa?
Begini. Semua
itu berakibat dari masa belajar (nyantri) kurang totalitas. Menurut terawangan saya, ada
dua faktor mendasar santri enggak bisa baca turats, yang sampai berefek ia
tidak lulus atau tinggal kelas.
Satu. Memang sudah
jadi konsensus kita kemampuan manusia itu berbeda, variatif dan bertingkat.
Jadi rabun turats karena faktor kemampuan maklum, ya. Karena bicara faktor ini
memang di luar jangkauan kita sebagai manusia yang lemah.
Tapi masalahnya
yang kedua ini. Yaitu kurang disiplin saat belajar dan cenderung malas. Ini bukan di
luar kemampuan tetapi memang dengan kemampuannya sengaja menciptakan hal ini terjadi. Inilah yang namanya
kebodohan berencana walaupun sayangnya sudah jadi faktor umum.
Sebagai
santri, saya kerap mengamati bahwa semangat belajar santri memang naik turun, termasuk
saya karena saya santri.
Tetapi
sebagian santri down-nya keseringan hingga berakibat banyak materi
tertinggal yang belum dipahami atau hafalan yang belum dibereskan. Tatkala
makin menumpuk jadilah dirinya terbebani sekaligus insecure dengan temannya
yang udah maju selangkah.
Lha, kalau
sudah begini kan muncul stigma serba salah, mau maju udah ketinggalan, mau
mundur tanggung karena udah kelanjur. Celakanya lagi jika kepikiran “Apa
sebaiknya gua keluar pondok? Lagian percuma di sini bukannya tambah ilmu tapi nambah
umur ga guna.” Makin menjadi-jadilah itu kegalauan.
Kira-kira gimana
caranya menepis rasa malas yang kerap merasuk di kala mondok biar engga berubah
jadi galau akut? Nah, kamu bisa coba beberapa tips di bawah ini:
Pertama,
Ingatlah Orang Tua yang Menafkahi
Santri pasti tau
enam syarat menuntut ilmu versi Imam
Syafi’i yang memang cukup populer di kalangan pesantren. Karena menimbang barangkali sebagian pembaca bukan santri jadi akan
saya syarah sedikit supaya terarah telaahnya.
Imam
Syafi’i pernah bilang bahwa syarat belajar itu ada enam, yaitu, zaka` (pandai,
bukan idiot), hirs (ambisisus), ijtihad (serius), bulghah (biaya), suhbah
ustaz (petunjuk guru), thul al-zaman (lama).
Dari
keenam syarat di atas yang perlu kita sorot adalah bulghah atau biaya. Menurut amatan
saya, dominan santri dibiayai oleh orang tua. Hanya segelintir santri yang
mampu mandiri atau lebih tepatnya dipaksa mandiri musabab tidak ada lagi orang
yang menafkahi (karena meninggal orang tua, terjebak sebagai korban broken
home dan lain sebagainya).
Bagi
yang dinafkahi orang tua, coba ingat jerih payah kerja mereka, pasti akan
efektif memberangus rasa malas. Ingatlah orang tua kita petani yang dibakar
mentari diguyur hujan demi panen yang disisihkan ke kita setelah membayar
hutang-hutang baja dan ongkos bajak sawah.
Atau
ingalah orang tua kita pedagang yang pontang panting banting tulang siang malam
demi uang pelanggan yang melotot minta kurang harga. Belum lagi pengutang yang
belum kunjung membayar atau penipu yang sudah hilang jejak.
Lebih-lebih
orang tua kita yang malah belum punya pekerjaan tetap tetapi harus kerja serabutan
demi SPP dan biaya hidup bulanan anaknya di pondok. Saya terharu membahas poin ini, tetapi
begitulah kalo bicara orang tua semua kita terenyuh. Makanya semangat, dong,
belajarnya!
Kedua,
Ingatlah dengan Kebodohan Kamu Dihina
Dihina
adalah dampak yang tidak disukai oleh tabiat manusia. Kita barangkali pernah
dihina karena kecacatan fisik atau miskin, tetapi penghinaan karena bodoh juga
terjadi.
Memang begitulah ritme pemikiran manusia. Mereka hanya memuliakan orang yang punya lebih dan sempurna. Lebih ilmu, lebih harta, sempurna fisik, punya pangkat dan banyak keturunan. Lantas mereka menghina kekurangan. Dan ketahuilah di antara kekurangan adalah bodoh.
Orang bodoh pasti akan tersisihkan dalam sosialnya juga rentan direndahkan. Di samping itu ia berhak membawa dirinya pada ranah kemulian dengan ilmu. Walaupun mulia dengan ilmu bukan tujuan belajar yang utama, tetapi yang menjadi premisnya adalah, kehinaan merupakan akibat yang tidak disukai oleh tabiat manusia dan di antara sebab kehinaan adalah bodoh.
Namun
perlu digaris bawahi bahwa, hina dalam belajar tidak dianggap sebagai kehinaan
dalam ritme pikir manusia, karena manusia dengan logikanya menyadari tidak ada
orang lahir berilmu dan ilmu didapat dengan belajar yang perlu melewati proses.
Bahkan Imam Syafi’i berkata:
من
لم يزق ذل التعلم ساعة تجرع ذل الجهل طول حياته
“Orang
yang tidak mau menderita kehinaan belajar selama satu jam, maka ia akan menelan
kehinaan kebodohan seumur hidupnya.”
Dari
kalam ini diketahui kehinaan dalam belajar lumrah bagi penuntut ilmu, atau dia
akan bodoh dan dihinakan.
Satu
ayat penutup bagian ini sebagai bukti kemuliaan diperoleh karena ilmu: “Allah mengangkat
orang yang beriman di antara kamu dan orang yang diberi ilmu beberapa derajat”.
(QS. Al-Mujadalah: 11)
Ketiga,
Minta Petunjuk Guru
Guru adalah tempat curhat yang top di pondok. Merujuk enam bekal belajar versi Imam Syafi'i di atas, memang sudah seharusnya santri dekat dengan guru dan masif meminta petunjuknya.
Apapun jenis kegalauan coba aja cerita ke guru pasti
ada solusinya. Dan yang paling penting engga akan bocor. Iya kali cerita ke
kawan kamar yang katanya kawan dekat. Ini ya, siap-siap cerita ke kawan dekat karena nanti dia akan cerita ke kawan dekatnya.
Karena itu cuthatlah ke guru. Guru
pasti punya motivasi agar semangat kita kembali membara. Beliau pasti punya
jurus dan azimat yang menyejukkan hati tetapi membakar semangat. Barangkali
permasalahan yang kita ceritakan pernah juga dialami dalam masa belajar dulu.
Jangan sungkan jika ingin bercerita ke guru jika hati terasa gundah atau meminjam
uang padanya jika kantong tidak lagi berisi, seperti yang kadang saya
praktikkan.
Nah, sekian beberapa tips agar malas-malasan
di pondok enggak betah sama kita. Boleh dipraktikkan atau mungkin punya alternatif
lain yang lebih efektif.
Diskusi